![]() |
sumber : twitter.com |
Desember, 2020
Semenjak fakta terungkap bahwa Noah adalah seorang dokter spesialis anak, aku justru mulai membencinya. Cara dia memperkenalkan diri saat itu menurutku sangat tidak pantas, apa dia sedang mencoba menjatuhkan harga diriku?
Aku berakhir di mini market lantai satu. Duduk di salah satu kursi dan memakan mie instan. Aku masih merasa malu, tak berani menebak percakapan macam apa yang mungkin terjadi di atas. Ku teguk minuman soda (cola) dari gelas yang rasanya menggigit lidah itu.
"Hai," suara barito mengejutkanku. Aku menoleh ke sumber suara. Noah, berdiri ujung meja berjarak dua bangku dariku. "Mie instan dan cola?" tanyanya.
Aku mengangguk, mulai merasa tak nyaman. "Kombinasi yang sempurna," jawabku singkat.
"Tapi tidak sehat," Noah berjalan ke arahku, meletakkan sebotol air mineral di atas meja. "Barter." Dia menarik cola milikku, mengambil cup baru dan menuangkan cola ke dalamnya.
"Kau mengikutiku Mr.Doctor?" tanyaku berharap dia segera pergi. "No, aku memang berniat pulang setelah memeriksa Ghazi. Dia perlu istirahat dan diberi asupan makanan yang sehat, sedang banyak wabah penyakit menyerang anak-anak. Yah, imun mereka tidak sekuat orang dewasa," Noah menjelaskan seadanya.
"Kita harus bicara," dia kemudian duduk di bangku pada ujung meja, meneguk cola dari cup.
"Kita harus meluruskan semua kesalah pahaman ini," katanya sedikit melirikku, "Bukan begitu?"
Aku menggangguk, menelan mie yang sedang ku kunyah.
"Semua sudah jelas, kau adalah Noah, seorang dokter, bukan pembunuh seperti yang ku kira. Setidaknya sejauh ini aku belum menemukan fakta kau adalah pembunuh, tapi bisa saja."
Noah tersenyum, "itu saja?" Kini dia melepaskan blazer hitam yang dikenakannya. Dari apa yang aku ingat malam itu, Noah punya tubuh yang cukup bagus terbungkus kaos putihnya, cobaan bagi seorang perempuan sepertiku. "Ma.. maaf?" tanyaku.
"Begini, apa kau menyukaiku?" tanyanya tiba-tiba.
"Definitely NOT! You are not my type, not even close!" Aku mengubah
posisi duduk, menghadap ke arahnya. "Mr.Doctor, you are too western for
me. I like oriental one, and you are absolutely not an oriental."
"Ah racist," ekspresi wajahnya menunjukkan rasa tak percaya. "Aku hanya tidak ingin kau salah paham," aku buru-buru meluruskan.
"Baiklah, asumsikan kita tidak saling
menyukai," kini Noah sepunuhnya berhadapan denganku. "Dengarkan ini
baik-baik," Noah menarik nafas panjang dan melanjutkan, "Aku tidak tau
kebenarannya tapi sepertinya pamanmu dan ayahku akan merencanakan
sesuatu untuk kita. Aku tidak tahu apa jelasnya tapi aku tidak ingin
kita saling terlibat."
Rasanya jantungku berhenti berdetak untuk beberapa detik. Akhirnya semua ketakutanku datang. Aku menggeleng cepat.
"Jangan bilang pernikahan," kataku yang lebih kepada diri sendiri.
"Itu adalah kemungkinan yang buruk. Aku ingin memastikan bahwa kau..."
"Aku akan menolaknya! Aku keberatan. Tenang saja ini tidak akan terjadi," aku memotong pembicaraannya. Bagian yang tersisa dari cup mie instanku adalah kuah, aku terlalu frustasi hingga ku seduh kuah itu sampai habis. "Jangan minum kuahnya!" Noah mencoba menghentikanku.
"Berapa umurmu?" tanyaku dengan tatapan kosong. Noah terlihat ragu tapi tetap menjawab, "Dua puluh empat." Aku tertawa jengkel mendengarnya, pria ini bahkan hanya satu tahun lebih tua dariku.
"Kau bahkan sudah menjadi seorang spesialis diumurmu itu. Ini semakin membuatku yakin kita tidak akan pernah bersama," kataku menahan kesal.
"Terlalu muda untuk menikah, begitu?" tanya Noah. "Apakah menurutmu kita terlalu muda untuk membuat keputusan sehingga apapun harus diatur keluarga? Tidak bisakah mereka berpikir sedikit saja tentang kebahagian dan membiarkan kita memilih apa yang kita mau?" aku balik bertanya.
Noah menggeleng lemah. "Baiklah, aku pikir semua sudah jelas. Selama ini masih belum ada titik terangnya aku harap kita tidak mengungkitnya sama sekali. Jika memang kemungkinan terburuk itu terjadi kita sudah tau harus melakukan apa." Noah berdiri dari duduknya, mengenakan kembali blazer yang sempat dilepaskannya.
"Aku pamit," katanya dengan senyum yang masih terlihat asing bagiku. "Jaga kesehatanmu." Dia berjalan keluar menjauhiku. "Mr.Doctor!" panggilku menghentikan langkah kakinya. "Thank you." Noah membalasku dengan senyum simpul dan lanjut berjalan keluar.
Aku baru saja menghirup angin kebebasan selama dua tahun dan kini aku diambang bayang-bayang perjodohan dengan pria yang baru aku temui dengan segala kesalah pahaman seminggu yang lalu.
"Pakde suruh pulang sekarang," Pesan masuk dari Segna. Apa lagi ini?
- Taj -
Komentar
Posting Komentar
Thank you for visiting my blog. Kindly leave your sign in comment box below. I will visit back.
-sisgiok-