Langsung ke konten utama

Banoah Chapter 2

sumber: twitter.com

Baiklah akan aku lanjutkan cerita kemarin...

Desember, 2020

Jadi, setelah kejadian itu, hampir seminggu aku tidak lagi berkunjung ke rumah pamanku, tidak juga bertemu Segna dihari lainnya. Aku terlalu sibuk saat weekdays. Hingga ibuku mengirim pesan berisi, "Ibu dan papa akan membawa Nada dan Ghazi berlibur ke Singapore besok. Usahakan malamnya kamu mampir ke rumah paman."

Saat itu sore, aku berada di dalam MRT menuju arah pulang. Ibu akan datang membawa keponakanku dan aku berharap tidak ada pembicaraan aneh yang mungkin terjadi. 

Sesampainya aku di flat, Segna menghubungiku. "Bude mau ke sini besok pagi," katanya dari seberang sana. "Iya, tau," jawabku tidak terlalu antusias. "You can use my room, don't worry."

Bukan itu permasalahannya. Aku takut paman akan mengungkit kemungkinan aku akan dinikahkan dengan seorang pembunuh. Jika benar, bukan hal sulit bagi paman untuk membujuk orang tuaku. Kemudian bayangan aku dinikahi pembunuh diusia 23 akan menjadi awal gerbang neraka bagiku.

Minggu terakhir Desember. Ibu memberi kabar bahwa ia sudah berada di rumah paman. Ghazi tidak terlalu sehat, jadi ibu memintaku datang Jumat itu dengan membawa sup. Aku menurut. Setelah pulang dari lab, aku meluncur ke rumah paman dengan pesanan yang tiba-tiba bukan hanya untuk Ghazi, tapi titipan lain dari tante dan Segna.

Diantara semuanya, jujur saja aku masih kesal dengan paman yang kebetulan saat itu belum pulang kerja.

"Bagaimana kedai, Bu?" tanyaku sambil menggendong si kecil Ghazi dan menyuapinya makan.

"Baik, ditinggal sebentar biar bisa liburan. Pesanan lagi banyak. Kasihan anak-anak, takutnya tidak bisa libur akhir tahun," jawab Ibu sembari menyeruput teh hangat yang disediakan tanteku. Sedangkan papa dan Nada sibuk mengganggu Segna dengan tebakan garing yang aku yakin Segna tidak mengerti. Kendala bahasa, seperti biasa.

"Tidak ada desain baru?" tanya tanteku, duduk di samping Ibu. Aku menggeleng lemah. "Akhir-akhir ini banyak pesanan gambar. Tidak sempat desain baju. Nanti adakan sale akhir tahun ya bu, biar stok habis, nanti Taj kirim contoh dan desain barunya. Anak-anak diliburkan saja."

Oh ya, ini tentang butik (yah semacam itulah) usaha yang aku rintis dari tahun terakhir kuliah saat aku masih di Pekanbaru dulu. Bukan hobiku sebenarnya, tapi itu merupakan salah satu peluang bisnis yang cukup menjanjikan (walaupun begitu aku tetap norak masalah fashion untuk diriku sendiri).

Semenjak aku bekerja di lab, aku menyerahkan semuanya kepada Ibu. Sejak muda ibuku gemar menjahit tapi tidak pernah terpikir untuk membuat usaha sendiri. Keuntungan dari penjualan ini sepenuhnya dikelola ibuku, aku tidak berniat meminta jatah, karena sudah ku dapatkan di awal usaha sebagai modal usaha lainnya. Tapi ibuku terlalu baik, setiap bulan, sekian persen dari keuntungan masuk ke tabunganku.

Oh ya saat itu aku baru menyadari sudah masuk waktu solat magrib. Papa dan Segna turun ke lantai satu untuk solat berjamaah. Ghazi sudah tidak mau disuapi lagi. Nada (6) dan Ghazi (3) sudah ku anggap seperti anak sendiri. Papa bilang kakak dan abangku harus dinas ke luar kota untuk beberapa hari. Jadi, ibu berinisiatif membawa Nada dan Ghazi liburan ke sini, bertepatan dengan libur sekolah Nada.

Aku melihat Segna kembali dari musola tanpa papaku. "Pakde mana?" tanyaku. "Pakai jilbabmu, ada tamu menuju ke sini." Sontak aku, Ibu dan tante segera berlari ke dalam kamar mengganti busana kami. Sedangkan Segna sudah di balkon bermain dengan Nada dan Ghazi.

Papaku pun muncul, diikuti dengan bayangan pria tinggi besar, mungkin setinggi 188cm, masuk ke apartment kami. Wajah itu tidak asing. Tak lama pula, pamanku muncul dibelakang pria besar itu. Sial, pikirku. Ingin kabur tapi tidak bisa.

"Silahkan masuk," papa seperti biasa terlihat ramah. Pria tinggi itu mulai kelihatan wajahnya. Rambutnya keriting pendek tapi lucu, dengan kaos putih dilapis blazer hitam, celana panjang bahan berwarna hitam, sedikit mengangguk dan banyak tersenyum. Tidak asing.

Saat pria itu duduk di ruang tamu, Ghazi dan Nada mendekatinya. Bukannya kesal, pria itu justru merespon dengan sangat baik, seolah-olah sudah biasa berhadapan dengan anak kecil. Anak...kecil? Ghazi kini sudah dipangkunya, anak itu luar biasa sekali manjanya. Dipegangnya kening Ghazi, aku bergidik. Jika tidak salah, inilah orang yang akan dikenalkan paman kepadaku.

Aku melihat ke arah paman, ia tersenyum licik. Saat hendak ku rebut Ghazi dari pangkuannya, pria besar itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Stetoskop dan termometer. Oh, dia pura-pura menjadi dokter agar bisa mendapatkan keponakanku. Beresiko sekali.

"Wah, panasnya 38C. Kita periksa dulu ya," dia berkata dalam bahasa Indonesia yang entah kenapa terdegar imut kepada Ghazi. Ibu dan tanteku tersenyum, Nada sibuk menempel di samping pria itu. Caranya memperlakukan Ghazi terlihat seperti dokter profesional, Ghazi tidak menangis. Justru sebaliknya, terlihat lebih baik. 

"Apa cuma aku yang merasa tidak nyaman di sini?" tanyaku saat pria besar itu selesai memberi obat sirup penurun panas kepada Ghazi. Semua mata tertuju padaku. "Bagaimana mungkin kita membiarkan seorang sindikat penculik anak kecil memberikan obat kepada Ghazi?" Semua masih menatapku heran.

Pria besar itu tersenyum lagi. "Noah Centineo, dokter spesialis anak," tanpa mengulurkan tangan kepadaku, kemudian menunduk menahan senyum. Begitu juga keluargaku yang lain, menatapku geli. 

Aku terkejut, tidak tahu harus merespon apa. "Aku akan mencari udara segar di luar." Kali ini pamanku tak kuasa lagi menahan tawanya. Aku keluar dengan perasaan malu. 

Noah, Noah, Noah, nama itu terulang di dalam kepala.

Segini dulu, ada seseorang yang masuk ke rumahku. Akan ku sambung besok, sampai jumpa.

- Taj -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2018 My Trial Year

Hello! It has been  a month after I posted about Banoah. So here I am, welcoming my "come back" just to rewind my life in this whole year. I'm old enough to celebrate the new year eve. What about you? Any plan? Please write down in the comment box. Btw, I have many goals for next year because I'm going to be 22 and life seems getting hard day by day. So, I need to make super detail goals plans. Life hit me hard *sigh So, what I've been doing for this whole year?

Review: Pulau Cinta Kampar

Pulau Cinta Ada berapa banyak orang yang stress karena terlalu monoton dengen pekerjaannya? Ada berapa banyak orang yang diam-diam dalam hati pengen teriak sepuasnya? Berapa banyak juga yang pengen lari dari sekian banyak kegiatan?  Selamat datang di wisata kecil yang bisa jadi healer buat kamu..

another Happy New Year

Yo, wassup! It has been a long time my friends since I posted my previous entry. Anyone miss me? Sure NOT. Happy New Year for you guys. How did you spend your last day in 2017? Did you make a party for celebrating the new year?