Langsung ke konten utama

Banoah Chapter 1

sumber: pinterest

Pernahkah kalian merasa bahwa hidup kalian terlalu diatur oleh pihak keluarga? Rasanya seperti seolah-olah kalian punya pilihan padahal tidak. Mati di dalam raga yang hidup? Mungkin seperti itu.

Perkenalkan, namaku Taj. Perempuan berusia dua puluh tahunan yang biasa-biasa saja. Beberapa orang mengatakan aku adalah seorang workaholic, tapi menurutku itu tidak terlalu benar, aku hanya senang bekerja dan menikmatinya. Apa itu salah?

Permasalahanku bermula pada saat sepupuku, Segna, sedang dalam masa libur perkuliahan.


Desember, 2020

Can wait to see you at China Town! I miss you so much *3*
Stop that!
Don't you miss me?
C u der

Hari itu aku segera menyelesaikan semua pesanan gambar dan bergegas pergi menuju ke China Town. Oh ya, aku tinggal disalah satu kawasan di Singapore. Sabtu itu adalah hari yang paling aku tunggu. Menghabiskan waktu dengan Segna adalah hal yang aku rindukan. My little baozi.

Berjalan keluar dari salah satu stasiun MRT, aku segera menuju ke tempat janjian. Aku memakai rok coklat potongan A panjang, tuniq hitam hampir selutut, jilbab senada dengan rok, sneaker putih, dan ransel merah, serta kacamata yang beberapa kali meluncur di hidung. Ya, aku memang norak.

Sesekali aku memeriksa notifikasi pada HP, memastikan bahwa aku tidak perlu menunggu lama. Aku masih berjalan cepat menuju tujuan, kemudian mendapati anak laki-laki setinggi 178 cm tegak di depan sebuah restoran China dengan setelan yang tak kalah norak. Jeans, hoodie biru, kacamata tebal, memasang wajah kesal ke arahku. Oh aku rindu tatapan membunuh itu. 

Ku peluk erat anak itu, dia tak menolak pelukanku. Beberapa saat kemudian aku mendengar dehamannya, segera ku lepaskan pelukan itu. Oh Segna! jeritku dalam hati.

"I'm hungry," katanya kemudian masuk ke restoran tempat kami janjian. Chili Crab!

Aku tersenyum dan mengikuti langkahnya. Kami berhenti di salah satu meja kosong, dia dengan tidak biasanya menarikkan sebuah kursi dan mempersilakan aku duduk. "Tumben?" tanyaku heran. Tak berniat menjawab Segna justru segera duduk di depanku. Segna kemudian memesan menu biasa kami dan mulai mengajakku bicara

"Kapan kesini? Last time?" tanyanya dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.

"Waktu libur semestermu yang lalu"

"Tidak kesini lagi after that?"

Aku menggeleng lemah.

Aku bisa lihat ekspresi tidak percaya dari wajahnya. "Not even alone?" tanyanya lagi. Aku masih menggeleng lemah. 

"Go get a boyfriend, please!" katanya sambil melepas kacamatanya.

"Not interested... yet. Gimana kuliahmu? Aman?" aku berusaha mengalihkan pembicaraan. "Aku tidak sepayah dirimu," jawabnya singkat.

"You are 23 right? You can't go with me for any longer. Find someone, a boy friend or just get married," katanya. Aku tersentak. Anak kecil yang bahkan belum genap 20 tahun ini sedang mengganggu kyuubi di tubuhku.

"Let me tell you something..." aku mencoba menjelaskan.

Pramusaji tiba-tiba datang dan menghidangkan kepiting kesukaan kami. Aku ingin marah tapi rasanya tidak sopan marah di depan makanan. Jadi aku memutuskan untuk makan terlebih dahulu.

"Segna, habis ini kita ke toko buku, ya," kataku sambil mencomot kaki kepiting yang luar biasa enaknya. Segna hanya mengangguk. Semenjak aku pindah ke Singapore dan bekerja di lab salah satu perusahaan di sini, hubungan aku dan Segna jadi sangat dekat. Aku banyak menghabiskan akhir pekan bersamanya. Ya, aku seorang anak bungsu dan memiliki seorang adik laki-laki adalah impian yang sangat tidak mungkin. Jadi, Segna adalah adik laki-lakiku sekarang.

Setelah lulus SMA, Segna melanjutkan kuliah di Harvard University, tempat yang sangat jauh bagiku. Mama dan Papanya tentu memberi dukungan. Tak lama bersama, akhirnya kami terpisahkan. Tak banyak berubah, aku pergi ke China Town jika Segna libur kuliah, aku menginap di rumahnya jika aku sedang rindu keluargaku, dan aku menjadi lebih senang bekerja. Nanti, aku tidak akan memberitahukan masalahku yang itu sekarang.

Setelah selesai dari Chili Crab, kami mampir ke toko buku langganan. Segna dengan dunianya sendiri dan aku pun begitu. Genre buku kami berbeda. Biasanya kami akan menghabiskan waktu masing-masing satu jam dan bertemu di kasir. 

Kami kemudian berjalan ke stasium MRT, menunggu kereta untuk pulang. Tidak perlulah aku ceritakan apa saja yang kami bicarakan. Karena Segna tidak terlalu suka diekspos.

Sesampainya di rumah, aku segera masuk. Kudapati pamanku duduk di ruang tamu dengan dua orang pria bersamanya. Tidak kenal. Aku menyalami pamanku dan tersenyum seadanya ke arah tamu itu. "Taj, keponakanku," kata paman mencoba memperkenalkan aku kepada orang yang menurutku adalah koleganya.

Aku tak mau ambil pusing, aku masuk ke dalam kamar Segna, membanting diri ke atas kasur. "Stay away from my bed!" Segna mulai menarik kakiku. Aku memberi perlawanan dengan memeluk kasur lebih erat dan menendang-nendang udara.

"Hey! Apa ini?" Suara tak asing itu berasal dari ambang pintu. Wanita dengan wajah oriental, berusia awal lima puluhan, masih terlihat cantik, masuk ke dalam kamar dan menjewer kami. Tidak main-main, kami masih di jewer sampai ke ruang keluarga yang berbatasan langsung dengan ruang tamu. Dialah tanteku.

"Sudah sebesar ini tapi masih seperti anak kecil. Apa tidak malu?" Tante terlihat kesal. Suaranya tentu membuat para tamu melihat ke arah kami. "Taj, sini!" panggilnya. Aku berjalan lemah sambil mengelus kuping dibalik jilbabku. 

"Suguhkan ini," perintahnya sambil memberiku nampan berisi makanan dan minuman. Baru saja akan keluar dapur tante memanggilku sekali lagi, "Taj! Senyum!" Aku menurut saja. Segera aku suguhkan itu kepada para tamu dan berjalan ke arah dapur lagi. Segna melihatku dengan tatapan 'semua-ini-salahmu' dan berjalan masuk ke kamar. "Pinjam bajumu, aku akan menginap."

Segna sekali lagi melayangkan tatapan 'bisakah-kau-pergi-saja' dan aku tau dia sangat kesal denganku. Aku tersenyum menang lalu kembali ke dapur. Tante mendudukkan aku pada salah satu kursi, berupaya agar tidak terlihat dari ruang tamu tapi tetap bisa mendengar suaranya. 

"Ngapain sih, tante?" tanyaku keberatan.

"Duduk dulu, dengerin pamanmu itu, lho.."

"Idih nguping." Pada akhirnya aku duduk juga.

Aku tidak tau ajaran dari mana tapi kebiasaan dikeluargaku, jika tamunya adalah laki-laki semua, perempuan tidak boleh ikutan duduk di ruang tamu. Kami tidak boleh sengaja mengekspos diri seperti itu. Tidak sopan, begitu katanya. 

Sayup-sayup dapat ku dengar kata-kata berupa anak-anak, kematian, wabah, dijual, laba, bisnis baru. Bergidik aku mendengarnya. Awalnya aku tidak tertarik tapi efek jeweran ini membuatku tidak bisa mendengar dengan baik. Aku mulai curiga ada bisnis gelap antara pamanku dan koleganya ini. Ekspresi tanteku mulai berubah, aku tau ini tidak benar. Aku berdiri lebih dekat dengan sumber suara.

"Taj juga belum menikah, bagaimana jika kalian berkenalan?" kata pamanku tanpa basa-basi. Aku tidak bisa mencerna maksudnya. "NO!" kataku segera keluar dari persembunyian. "Aku tidak mau menikah dengan..." aku terdiam tidak tau juga mau bicara apa, "dengan orang yang meyebarkan wabah kepada anak-anak, membunuh mereka bahkan menjualnya!"

Aku meraih ransel merah di sofa depan TV dan berlari keluar. Yang benar saja aku mau dinikahkan dengan pembunuh, pikirku. Sebelum keluar, ku tatap dalam-dalam dua orang kolega pamanku itu.

Sebentar, aku akan melanjutkannya nanti. Aku harus mengupdate sesuatu. Sampai jumpa.

 - Taj -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2018 My Trial Year

Hello! It has been  a month after I posted about Banoah. So here I am, welcoming my "come back" just to rewind my life in this whole year. I'm old enough to celebrate the new year eve. What about you? Any plan? Please write down in the comment box. Btw, I have many goals for next year because I'm going to be 22 and life seems getting hard day by day. So, I need to make super detail goals plans. Life hit me hard *sigh So, what I've been doing for this whole year?

Banoah Chapter 5

Februari 2021 Setelah pulih dari sakit beberapa waktu lalu, aku mulai melonggarkan ikatan dan beraktivitas seperti biasa. Pikiranku mulai terbuka dengan kenyataan bahwa ada seorang pria yang ingin melamarku. Sebenarnya belum sejauh itu. Kabar terbaru yang ku dapat dari paman adalah tentang pihak keluarga Noah yang ingin mengenalku dan mencoba melakukan pendekatan.