Langsung ke konten utama

Coffee Talk

(foto milik pribadi) 
Oktober 2018, pukul 11.00 AM.

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang barista peremuan dengan senyuman manis. Pria yang sedang berhadapan dengannya kini  membalas senyuman itu, "Cold Cafe Lattenya satu, Mbak"

"Atas nama?" tanya barista itu lagi sambil bersiap menuliskan nama si pemesan pada sebuah gelas plastik reguler.

"Boleh saya tulis sendiri?" Pria itu dengan sopan mengambil pulpen dan gelas dari si barista kemudian menuliskan namanya. "Kebetulan hari ini sedang ada promo, Mas. Diskon 50% setiap hari Senin jika Mas punya akun AVO," kata si barista yang tersenyum melalui matanya.

"Sebentar, saya check saldo AVO, Mbak," jawab si pria dan dibalas dengan anggukan oleh si barista.

Selagi si pria memeriksa akunnya, seorang pelanggan lain datang. Mengantri di belakangnya, melambai pelan kepada si barista. 

"Hey, sendirian saja?" tanya si barista yang terlihat sudah cukup akrab dengan si pelanggan. 

"Ryutha sedang ada kegiatan," jawab si pelanggan. 

Sadar ada yang mengantri di belakangnya, si pria tadi menoleh. Mata mereka bertemu sesaat, kemudian saling buang muka. Cukup canggung, tentu saja. "Saya bayar pakai saldo AVO, Mbak," jawab si pria. 

Sesaat ada yang tak beres dengan pikirannya. Pria itu menoleh lagi ke belakang, melihat antrian di belakangnya. Seorang wanita, dengan hijab berwarna peach, tuniq hitam, berkaca mata, menyandang ransel, sedang menerawang langit-langit, mencoba mengingat sesuatu.

Pria ini tersenyum, wajah wanita itu tak asing. Si wanita kemudian menarik nafas panjang, "Bang Akhal?" tanya wanita itu. "Assalamualaikum, dek!" jawab si pria yang ternyata bernama Akhal itu. "Waalaikum salam," jawabnya singkat. Kini mereka tak saling pandang lagi.

"Maju saja, mau pesan apa?" tanya Akhal memberi ruang kepada si wanita agar maju. "On me," imbuhnya. Wanita itu terkejut, mencoba menolak.

"Signature Mocha, kan? Tunggu sebentar, Bana," potong si barista menyelesaikan transaksi dengan Akhal. "Sudah dibayarin Mas ini," imbuhnya. "Cold cafe latte, Akhal. Cold signature mocha, Banafsaj. Baik, silakan duduk dan menunggu, nanti akan dipanggil."

"Terima kasih, Bang," kata Bana merasa tidak pantas dengan perlakuan baik itu.

Akhal berjalan lebih dulu ke arah kursi tak jauh dari kasir. Menarik kursi di depannya, mempersilakan Bana duduk. Sedangkan Akhal duduk berjarak satu kursi di samping Bana.

"Apa kabar, Bang?" tanya Bana mencoba memecah sunyi diantara mereka. "Baik, Bana apa kabar?" Bana menarik nafas lagi, mencoba mengendalikan suaranya, "Baik juga," jawabnya singkat.

"Kuliahnya bagaimana, Dek?" tanya Akhal sedikit menoleh ke arah Bana. "Sedang menunggu jadwal wisuda, Bang. Kalau boleh tau, kenapa Abang bisa ada di kota ini? Lagi cuti kerja, ya, Bang?" 

"Sudah kelar ya," jawab Akhal menunduk tersenyum, "Abang menghadiri pernikahan Dika. Masih ingat Bang Dika?" tanya Akhal, matanya menjelajah seisi coffee shop itu.

"Masih, salah satu senior populer di SMA mana mungkin Bana lupa," jawab Bana. Jauh di dalam hatinya dia terkejut, tidak menyangka bahwa seniornya sudah masuk usia menikah. "Abang bagaimana? Kapan sebar undangan?" tanya Bana sambil melirik Akhal. Akhal terseyum lagi, "Segera, doakan saja."

Mendengar jawaban Akhal membuat Bana terdiam. Ia tidak mengharapkan jawaban itu keluar. Hatinya mendadak sakit, kini sunyi menyelimuti mereka. Hanya musik jazz yang mengudara dan suara mesin kopi yang dioperasikan si barista. Bana ingin segera menyeruput kopinya.

"Adek sering ke sini? Baristanya sampe kenal, tuh" tanya Akhal lagi. Pria berkemeja hitam dan bercelana panjang coklat itu menyilangkan kakinya, matanya yang coklat masih sibuk menjelajah sudut ruangan. "Tempatnya bagus, tenang, nyaman. Bana banget."

Sesaat rasanya jantung Bana berhenti berdetak. "Bana banget". Kata-kata itu tertancap di hatinya, menggema dalam ruang hati lembap yang lama tak pernah dia buka.

"Miss Bana!" panggil si barista, meletakkan kopi pesanan Bana di atas meja. Bana segera berdiri, mengambil pesanannya.

"Mr. Akhal!" panggil si barista lagi. Kini Akhal sudah berdiri sedikit berjarak dari Bana, mengambil kopinya. Membuka ransel miliknya, mengambil sebuah buku dengan tengan kiri, kopi di tangan kanan, kemudian melirik jam tangan. 

"Terima kasih, Bang. Kopinya."

"Abang duluan, ya." Akhal mengakhiri pertemuannya dengan sebuah senyuman manis, kemudian berjalan keluar. Duduk di salah satu kursi di dekat balkon. Membuka buku dan mulai membaca.

Sedangkan Bana? Segera ia duduk di corner favoritnya. Terdiam, memegangi dada. Senyum manis Akhal penyebabnya. 

Kejadian tadi mirip empat tahun yang lalu, di belakang labor bahasa, tahun terakhir Bana di SMA. Siang itu Bana hendak ke toilet, tapi gagal karena Akhal, senior yang mencuri hatinya dari tahun pertama, berkunjung ke sekolah. Mereka saling menghampiri, kemudian duduk di belakang labor bahasa yang berhadapan dengan kelas IPS. 

Percakapan sederhana pun terjadi, tidak penting, hanya basa basi, sama sepert tadi. Tapi beberapa menit percakapan empat tahun lalu itu sama berartinya dengan beberapa menit yang baru saja terjadi. Bana, sudah mengunci rapat ruang yang pernah hanya berisi Akhal itu. Empat tahun semenjak dia lulus tak satupun ada percakapan. Tentu, ini hanya cinta sepihak seorang Banafsaj.

Akhal tak banyak berubah, masih seperti malaikat yang Bana temui di perpustakaan. Masih rapi, masih ramah, masih bersinar. Cobaan besar bagi seorang Bana yang kini hijrah dari masa lalunya.

Dia akan segera menikah, sadarlah Bana!

Percakapan singkat itu tak pernah disesalinya, meski ada sedikit luka yang kembali terkoyak. Diwaktu dan di kota yang sama, mereka terpisah dinding sebuah coffee shop. Satu hal yang tak memisahkan, they enjoy their own coffee with their little hopes.

- sisgiok -

Komentar

Postingan populer dari blog ini

2018 My Trial Year

Hello! It has been  a month after I posted about Banoah. So here I am, welcoming my "come back" just to rewind my life in this whole year. I'm old enough to celebrate the new year eve. What about you? Any plan? Please write down in the comment box. Btw, I have many goals for next year because I'm going to be 22 and life seems getting hard day by day. So, I need to make super detail goals plans. Life hit me hard *sigh So, what I've been doing for this whole year?

Review: Pulau Cinta Kampar

Pulau Cinta Ada berapa banyak orang yang stress karena terlalu monoton dengen pekerjaannya? Ada berapa banyak orang yang diam-diam dalam hati pengen teriak sepuasnya? Berapa banyak juga yang pengen lari dari sekian banyak kegiatan?  Selamat datang di wisata kecil yang bisa jadi healer buat kamu..

another Happy New Year

Yo, wassup! It has been a long time my friends since I posted my previous entry. Anyone miss me? Sure NOT. Happy New Year for you guys. How did you spend your last day in 2017? Did you make a party for celebrating the new year?